Kamis, 20 Agustus 2009

QOWAIDUL FIQHIYYAH DALAM MENGADAPI
PERMASALAHAN YANG DIHADAPI SAAT INI


A. PENDAHULUAN
Dari berbagai ilmu pengetahuan agama, qowaidul fiqhiyyah merupakan pengetahuan yang dianggap paling penting oleh umumnya umat Islam. Kedudukan qowqidul fiqhiyyah merupakan sebagai unsur penting dalam bentuk struktur nilai dan pranata sosial dan menempatkannya untuk melakukan upaya perubahan. Maka untuk melakukan tranformasi itu mesti harus dibarengi dengan transformasi tradisi pemikiran fiqih. Karena semakin kompleksnya kehidupan masyarakat akibat dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat, tentunya membutuhkan sebuah pemikiran-pemikiran yang lebih mendalam. Dalam hal itu tentunya menurut para terpelajar untuk lebih arif dan bijak dalam menyikapi permasalahan-permasalahan yang terjadi ditengah-tengah masyarakat saat ini.
Dalam lembaga tinggi peradilan dalam Islam sangat diharapkan dapat membimbing masyarakat didalam mengemban tugas, memutuskan suatu perkara yang ada dimasyarakat yang sesuai dengan ajaran qowaidul fiqhiyyah yang dilandasi dengan dengan ajaran agama Islam. Karena lembaga tinggi peradilan tersebut memiliki peran yang sangat besar sdalam menjaga kestabilan di masyarakat.
Karena banyaknya permasalahan-permasalahan dimasyarakat yang begitu komplek, maka tidak dapat dipungkiri adanya suatu kebutuhan bagi lembaga peradilan untuk memahami kaidah-kaidah / qowaidul fiqhiyyah yang sangat membantu didalam memutuskan permasalahan yang dihadapinya.
B. PERMASALAHAN
1. Apa yang dinamakan lembaga peradilan agama dalam Islam ?
2. Apa qowaidul fiqhiyyah dalam menghadapi permasalahan ?



C. PEMBAHASAN
1. Lembaga peradilan agama dalam Islam ?
Lembaga peradilan agama dalam Islam biasa disebut dengan Qodlo` yang secara etimologi berarti menghukumi, dan secara terminologi berarti kekuasaan untuk memutuskan suatu perkara yang terjadi diantara kedua belah pihak yang saling berselisih untuk mendapatkan kepastian hukum dari Tuhan.
Lembaga ini merupakan lembaga yang penting. Karenba lembaga ini berfungsi menjaga kestabilan kehidupan masyarakan melalui jalur hukum dengan menyelesaikan masalah-masalah yang timbul antara mereka.
Syarat-syarat seorang qodli (hakim) :
1. Muslim. Syarat ini ditetapkan karena seorang muslim tidak boleh menjadikan orang kafir sebagai penguasa atas perkara mereka sebagaimana firman allah
ولن يجعل الله على الكافرين على المسلمين سبيلا
2. Baligh. Karena anak yang belum baligh tidak pantas untuk menempati posisi yang penting dan tinggi tersebut
3. Laki-Iaki. Karena posisi qodli adalah termasuk kekuasaan sedang wanita tidak boleh menempati posisi tersebut sesuai finnan nabi
لن يفلح فوم ولوا أمرهم امرأة (رواه البخارى)
4. Adil. Karena ucapan orang yang fasik tidak dapat dipercaya.
5. Bisa mendengar, melihat dan bicara. Agar dapat menetapkan pelaku dengan benar.
6. Sempuma akalnya. Agar dapat memahami masalah dan dapat memutuskannya dengan benar
7. Mujtahid. Karena masalah qodlo' ini bernubungan dengan hukum dan para mujtahid itulah ahlinya.
Melihat kondisi saat ini yang tidak ada lagi mujtahid mutlak maka kami beranggapan syarat mujtahid tersebut tidak berlaku mutlak. Dalam arti itu hanya menjadi idealitas. Tetapi pada tataran realitas, seorang qodli boleh hanya seorang muqallid pada suatau madzhab asal dia tahu permasalahan dalam madzhab yang diikutinya, sehingga tidak akan keluar dari hukum yang ditetapkan-oleh imam yang diikuti .
2. Beberapa kaidah yang berfungsi memecahkan masalah.
Dalam pembahasan kedua ini penulis hanya akan membahas mengenai tiga kaidah yang menurut penulis sangat fundamental dalam membantu mempermudah memutuskan hukum.
3. Bukti itu dibebankan pada pendakwa dan sumpah dibebankan pada terdakwa Kaidah ini didasarkan pada hadits nabi yang berbunyi :
البينه على المد عى واليمين على من أنكر
yang diriwayatkan oleh AI-Baihaqy, potongan dari hadits tersebut juga diriwayatkan oleh AI-Bukhory-Muslim dengan lafadh
ولكن اليمن على المدعى علية
Tetapi imam AI-Bukhori dalam shahihnya menulis sebuah bab yang berjudul باب ماجاء فى البينة على الدعى
Yang dimaksud dengan mudda'i dalam hadits di atas adalah orang yang pernyataannya berlawanan dengan kenyataan yang terlihat, sedang mudda'a alaih adalah orang yang pernyataannya sesuai dengan kenyataan }ang terlihat7.
Contoh penerapan kaidah ini misalnya si Ali yang membawa seekor binatang tcrnak dilaporkan oleh Umar kepada hakim bahwa ia mencuri binatang ternak terscbut dari Umar. Dalam hal ini umar harns memberikan bukti-bukti kebenaran dakwaannya tersebut. Sedang si Ali bisa mengingkari pemyataan Vmar terse but dengan mengajukan sumpah.
Contoh yang lain adalah bila seorang istri melaporkan pada hakim hahwa suaminya tidal, memberi nafkah selama satu bulan misalnya, maka si istri tersehut harus mengajukan bukti-bukti bahwa ucapannya tersebut benar.
4. Rela terhadap sesuatu, berarti rela terhadap apa yang akan ditimbulkannya!l Contoh praktik kaidah ini adalah hila seseorang menikahi orang yang mempunyai sebuah cela tertentu, maka ternyata bila setelah pemikahan kemudian cela tersebut bertambah, maka pasangannya tidak mempunyai hak untuk khiyar.
Contoh lain bila seseorang berkumur pada bulan puasa kemudia temyata ada sebagaian air yang tidak sengaja masuk ke dalam tenggorokan padahal orang tersebut tidak berkumur melebihi kebiasaan, maka puasanya tidak batal.
Contoh lain bila seseorang menggadaikan barangnya pada orang lain dan mengijinkan orang tersebut memanfatkannya, tetapi kemudian barang tersebut rusak .
Sedang orang tersebut memanfaatkannya secara wajar, maka orang tersebut tidak dikenai denda atas kerusakan tersebut.
5. Sibuk dengan selain apa yang menjadi tujuan dianggap berpaling dari apa yang menjadi tujuan.
Contoh penerapan kaidah ini bila seseorang bersumpah tidak akan menempati sebuah rumah yang ditempatinya dan tidak akan berdiam di situ, maka apabila temyata dia mondar-mandir di tempat itu tanpa ada keperluan, maka dia tclah melanggar sumpahnya.
Contoh lain bila seseorang tahu bahwa Syariknya menjual bagiannya, kemudian dia mencari orang yang membeli lalu menanyainya berapa ia membelinya atau ia mengetakan kalau si pembeli terlalu murah dalam membeli, maka ia tidak lagi mempunyai hak syuf'ah.

D. KESIMPULAN
Dari sedikit uraian singkat tersebut, kami menyimpulkan bahwa seorang Qadhi harus benar-benar ahli dalam bidang hukum, meskipun ia hanya seorang pengikut suatu madzhab. Selain itu ia juga harus mengetahui kaidah-kaidah tiqhiyyah agar nantinya tidak salah dalam memutuskan hukum.





DAFTAR PUSTAKA


1. AI-Quran AI-Karim
2. Muhammad bin AI-Khothib AI-Syarbiny, Mughni Al-Muhtaj (Oar AI-Ma'rifah : Beirut )
3. Ibnu Hajar AI-Haitamy,TuJifah Al-Muhtaj (Maktabatus Syamela)
4. Syarof AI-Din An-Nawawy,Tuhfah Al-Muhtaj (Maktabatus Syameh)
5. Ibnu Hajar AI-Asqallany, Buiugh Al-Marom (Syirkah Nur Asia: tkt)
6. Muhammad bin Isma'il AI-Bukhory, Shohih Al-Bukhory (Maktabatus Yamela)
7. Abu Bakar Al-Suyuthy, Al-Asybah wa Al-Nadha'ir (A] Hidayah : Surabaya)



















QOWAIDUL FIQHIYYAH DALAM MENGHADAPI
PERMASALAHAN YANG DIHADAPI SAAT INI


Tugas Mata Kuliah
QOWAID FIQHIYYAH
Dosen Pengampu : Drs. Turmudzi, MI







Disusun oleh :
KELOMPOK VII KELAS : C / VI

1. ABDULLAH NIM : 106
2. M. ABDUL GAFUR NIM : 106232
3. ALI AKHWAN NIM : 106
4. MALIHATUN NIM : 106
5.



SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM PATI ( STAIP )
TAHUN 2006 / 2007

2 komentar:

  1. weee abadiyah dah punya blog y... jgn lupa mampir di fb: madrasah abadiyah, n grup ikatan alumni madrasah abadiyah. tks

    BalasHapus
  2. wah ,, abadiyah kalo ada yang ekonominya gak hanya convesional, syariahnya juga ada ?/?

    BalasHapus